Pendahuluan
![]() |
Tulisan adalah Kamu |
Bahwa menulis itu
penting, menurut saya karena berdasar ayat Allah Swt yang turun pertama kali
dalam Surah Al-‘Alaq (QS 96: 1) berbunyi: “Iqra’ bismi rabbikal ladzi kholaq”
(Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan)!
Dan, ayat berikutnya artinya: (96:2) “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, (96:3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, (96:4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. (96:5) Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Ketika Malaikat Jibril a.s menyampaikan ayat pertama “Iqra’ bismi rabbikal ladzi kholaq” (Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu), apakah pada saat itu Malaikat Jibril menyodorkan lembaran kertas atau buku (kitab) agar dibaca oleh Muhammad? Tentu tidak! Lantas, apa yang harus “dibaca” oleh Nabi Muhammad?
Perlu diketahui bahwa ayat-ayat Allah itu tidak hanya berupa teks-teks Qur’an saja, tetapi mencakup tiga hal jenis ayat, yaitu 1) ayat yang tersurat (al-Qur’an); 2) ayat yang tersirat (ayat alam) atau kosmos (jagad raya), yakni terdiri ayat sosial yang berupa sejarah dan perilaku masyarakat; dan 3) ayat nafsiyah (ayat diri manusia itu sendiri).
Sedangkan, fokus perintah “membaca” Malaikat Jibril a.s kepada Nabi Muhammad pada saat itu, yakni membaca ayat alam yang berupa perilaku masyarakat Jahiliyah Arab yang memiliki tiga kejahatan atau penyimpangan besar, yakni;
Pertama, menyimpang dari segi ketauhidan
(meng-Esa-kan Tuhan), yakni menyembah kepada thaghut (banyak berhala atau
patung). Bahkan, mereka mempunyai kebiasaan sering mengadakan kontes atau
semacam perlombaan mengenai banyaknya berhala (patung) yang disembah dan
dipujanya membuat berhala sebanyak 365 buah.
Kedua, menyimpang dalam hal cara beribadahnya, yakni masyarakat Arab Jahiliyah saat itu dalam beribadahnya dengan cara telanjang bulat—laki-laki dan perempuan—di depan Ka’bah hingga terjadinya adegan kumpul kebo.
Ketiga, dalam sejarah peradaban umat
manusia, masyarakat Jahiliyah Arab dikenal sebagai orang yang paling kejam di
dunia, yakni memiliki kebiasaan menimbun anak-anak perempuan mereka ke dalam
tanah dalam keadaan hidup-hidup dikarenakan merasa malu memiliki anak
perempuan. Tindakan tersebut jelas lebih kejam dibanding tindakan Raja Fir’aun
dan Raja Namrud yang memerintahkan membunuh bayi-bayi laki-laki pada saat itu.
Meski perintah “membaca” pada ayat di
atas tidak secara langsung dimaknai membaca buku (kitab) atau lembaran-lembaran
teks, tetapi membaca berdialektika atau memiliki hubungan timbal-balik dengan
menulis, sebagaimana ada laki-laki-perempuan, langit-bumi, baik-buruk,
suka-duka, dan seterusnya.
Kegiatan menulis menjadi lebih bermakna
lagi, terutama untuk menulis tentang alam, karena mengamati dan mempelajari
alam merupakan kegiatan orang ‘alim. Maka, sebagaimana dikatakan oleh Hernowo
Hasyim, ikatlah ilmu pengetahuan yang Anda baca, pelajari, hayati, dan
renungkan dengan menuliskannya. Itulah yang kemudian disebut dengan “mengikat
makna” oleh Hernowo Hasyim, seorang penulis dan pelatih kepenulisan dari
Penerbit Mizan.
Alhamdulillah, saat ini buku karya saya
yang diterbitkan penerbit nasional (ber-ISBN) telah mencapai 70-an buku, antara
lain Penerbit Tiga Serangkali Solo, REPUBLIKA Jakarta, Imania (Pustaka Iman)
Depok, Galang Press, Kreasi Wacana, Diva Press, Qudsi Media, Tugu Publisher,
Narasi (Media Pressindo Utama) Yogyakarta. Selain itu ada 6 buku saya yang
diterbitkan penerbit Malaysia yaitu PTS MILLENNIA. Buku-buku saya tersebut
dengan genre agama, budaya, motivasi, novel sejarah (cerita rakyat) dan novel
wayang.
Pernah pada suatu malam, saya kedatangan
seorang tamu eksentrik dari Surabaya yang mengatakan kepada saya: “Orang yang
paling bahagia adalah orang yang menulis.”
Ia juga mengatakan, “Orang besar adalah
orang yang menulis atau ditulis.”
Tentu, ungkapan seperti itu semakin membangkitkan saya untuk terus menulis (buku) dan berusaha untuk senantiasa belajar meningkatkan kualitas tulisan saya.
Bagaimana Kata Tokoh tentang Menulis?
Tentu, ungkapan seperti itu semakin membangkitkan saya untuk terus menulis (buku) dan berusaha untuk senantiasa belajar meningkatkan kualitas tulisan saya.
Bagaimana Kata Tokoh tentang Menulis?
![]() |
Aku Menulis Maka Aku Ada |
Imam al-Ghazali yang dikenal dengan
sebutan ‘Hujjatul Islam’ mengatakan, “Kalau kamu bukan anak raja dan engkau
bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”.
Barangkali, yang dimaksud Imam al-Ghazali dengan pernyataannya itu bahwa seorang Muslim dapat beramal sholeh dengan menulis buku. Sebab, dengan menulis buku, ia secara otomatis harus belajar ilmu terlebih dahulu, lalu diamalkan dengan ikhlas.
Berbeda dengan anak raja yang dengan
segala fasilitas dan kekuasaannya ia dapat beramal sholeh. Demikian halnya
dengan anak seorang ulama besar, yang dengan ilmunya ia langsung dapat
berdakwah di tengah-tengah masyarakat.
Imam al-Ghazali sendiri adalah seorang
ulama besar yang karya bukunya mencapai 313, sedang yang sudah masuk ke
Indonesia sekitar 18 buku. Salah satu karya Imam Ghazali yang paling kesohor
yaitu berjudul Ihya’ Ulumuddien.
Selain Imam al-Ghazali, ada pula tokoh
Muslim yang juga menulis buku, yaitu Syech Ibnu Atho’illah Asy-Syakandari yang
terkenal dengan karyanya; Al-Hikam, yang sangat fenomenal. Mengapa fenomenal,
lantaran Syech Ibu Atho’ menulis bukunya berdasarkan ilham yang diterimanya.
Memancing Ilham: Proses Penciptaan Sebuah Karya
Memancing Ilham: Proses Penciptaan Sebuah Karya
Saya sering mendapat pertanyaan dari
kawan, “Bagaimana caranya mendapatkan ilham, inspirasi, atau gagasan tulisan?”
Secara umum, penulis pemula biasanya memang
disibukkan dengan kata mood atau tidak mood ketika hendak menulis.
Hal ini rupanya memang merupakan suatu
keniscayaan. Kalau kita tidak merasa mood menulis, maka kita pun tak menulis.
Baru setelah kita memiliki mood, maka kita mulai menulis.
Lalu, bagaimana caranya memancing untuk mendapatkan ide, gagasan, inspirasi atau ilham untuk menulis?
Sebagaimana diuraikan di atas, maka cara untuk
mendapatkannya yaitu dengan membaca! Ini mutlak diperlukan bagi seorang
penulis! Tetapi, agar ide, inspirasi, gagasan atau ilham tersebut benar-benar
mendalam, maka diperlukan beberapa cara untuk memancingnya, yakni;
Pertama, memperbanyak diam atau mengurangi bicara.
Kedua, menyendiri di tempat yang sepi.
Ketiga, sering begadangan (berjaga) di waktu malam.
Keempat, mampu menahan rasa lapar.
Itulah proses pencarian ide, gagasan,
inspirasi atau ilham dalam menulis, terutama bagi para penulis pemula sehingga
timbul suatu mood untuk menulis. Berbeda, misalnya, dengan yang dituturkan
Fauzil Adhim—penulis buku tentang parenting (kepengasuhan)—bahwa yang ia
lakukan tetap menulis, baik ada mood atau tidak ada mood!
Hal itu, tentu berkaitan dengan jam
terbang dalam menulis, sebagaimana dikatakan Stephen King: “Kita tidak harus
menunggu datangnya inspirasi itu, kita sendirilah yang menciptakannya”.
Dan, menurut Stephen King, ketika
seorang penulis hanya menunggu dan menunggu datangnya inspirasi itu, maka
sebenarnya ia belum menjadi dirinya sendiri”.
Memang, sebagaimana mencipta sebuah
lagu, maka menulis buku pun merupakan suatu proses penciptaan sebuah karya.
Sabrang Damar Mawa Panuluh atau biasa dipanggil Noe, vokalis group band Letto,
ketika ditanya tentang proses penciptaan lagu-lagunya yang menyentuh, ia
mengatakan bahwa proses membuat sebuah lagu seperti proses ‘membuat anak’!
Artinya, hal ini memerlukan suatu proses tertentu, misalnya perenungan dan doa.
Hal itu seperti dinyatakan pula oleh
Stephen King: “Menulis adalah mencipta, dalam suatu penciptaan seseorang
mengarahkan tidak hanya semua pengetahuan, daya, dan kemampuannya saja, tetapi
ia sertakan seluruh jiwa dan nafas hidupnya.”
Dengan demikian, tentunya kita berharap
bahwa karya tulis kita berupa buku akan menjadi bermanfaat dan memberikan
pencerahan serta memberikan inspirasi bagi orang lain atau para pembaca kita.
Sebagaimana yang ditempuh budayawan Emha
Ainun Nadjib dalam memberikan pencerahkan kepada masyarakat melalui kegiatannya
termasuk menulis easy, puisi atau buku, bahwa semua itu mengisyaratkan bergerak
untuk terus-menerus ‘menjadi’—meminjam terminologi Erich Fromm—berproses menuju
‘keabadian’.
Menulis pun, kata Pramoedya Ananta Tour
identik bekerja untuk keabadian! Sehingga, hasil karya berupa novel atau buku
nantinya akan dapat dinikmati sepanjang masa oleh generasi sesudah kita hingga
anak-cucu kelak dan seterusnya.
“Kata Kunci” dalam Dunia Tulis-Menulis
“Kata Kunci” dalam Dunia Tulis-Menulis
Beberapa penulis di negeri kita
setidaknya telah mampu menorehkan karya besarnya, seperti novel Laskar
Pelangi-nya Andrea Hirata, Ayat-Ayat Cinta Habiburrahman El-Shirazy, Ronggeng
Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, Trilogi Makrifat Cinta, Taufiqqurrahman
Al-Azizy, Arok-Dedes Pramoedya Ananta Tour, atau bahkan Tafsir Al-Mishbah Dr.
Quraish Shihab, Catatan Pinggir Gunawan Muhammad, Slilit Sang Kiai Emha Ainun
Nadjib dan sebagainya.
Lalu, adakah mereka memiliki resep khusus dalam pembuatan karya besar mereka?
Menurut hemat saya, sebenarnya tidak ada
resep bagi mereka, meskipun mereka telah menghasilkan karya buku yang dahsyat.
Hanya saja mereka memiliki dua “kata kunci” yang tak pernah lekang dalam
kehidupan mereka, yakni membaca dan menulis.
Membaca
Sebagaimana ayat pertama yang diturunkan Allah Swt dalam Surah Al-‘Alaq dalam al-Qur’an, yaitu iqra’ (bacalah), hal itu jelas mengisyaratkan bahwa membaca merupakan sesuatu yang sangat penting bagi umat manusia.
Sebagaimana ayat pertama yang diturunkan Allah Swt dalam Surah Al-‘Alaq dalam al-Qur’an, yaitu iqra’ (bacalah), hal itu jelas mengisyaratkan bahwa membaca merupakan sesuatu yang sangat penting bagi umat manusia.
Tentu, membaca di sini disesuaikan
dengan bacaan sesuai selera atau kesenangan Anda! Jika Anda senang buku sastra
atau novel, silahkan baca buku sastra. Jika Anda senang buku ilmu pengetahuan,
bacalah buku ilmu pengetahuan.
Jika Anda senang terhadap persoalan
agama, silahkan baca buku-buku agama. Jika Anda senang komputer, silahkan baca
buku tentang komputer. Jika Anda senang terhadap pertanian, silahkan baca buku
pertanian. Atau mungkin Anda senang dengan tulisan artikel/opini di media, dan
seterusnya.
Meski demikian, hendaknya Anda jangan
hanya sekedar membaca buku biasa, tetapi diusahakan membaca buku yang
berkualitas atau berbobot.
Dalam akumulasi tertentu atau semakin
sering Anda membaca buku tersebut, niscaya tulisan Anda pun akan diwarnai oleh
bacaan yang telah Anda baca itu.
Nah, dengan demikian di sini ada
hubungan dialektika antara membaca sebagai input dan menulis sebagai out put
atau produk yang Anda hasilkan. Renungkanlah
penuturan Stephen King: “Membaca adalah pusat yang tidak bisa dihindari oleh
seorang penulis”.
Menulis
Karena membaca merupakan input bagi seorang penulis, maka out put nya adalah tulisan yang kita hasilkan. Oleh karena itu, hendaknya kita terus melatih dan mengasah ketrampilan dalam menulis setiap hari.
Menulis
Karena membaca merupakan input bagi seorang penulis, maka out put nya adalah tulisan yang kita hasilkan. Oleh karena itu, hendaknya kita terus melatih dan mengasah ketrampilan dalam menulis setiap hari.
Dan, perlu diketahui bahwa dalam hal
menulis ini menyangkut jam terbang, sebagaimana halnya mengajar, menyetir mobil,
bercocok tanam, dan sebagainya. Artinya, semakin terbiasa Anda menulis atau
semakin tinggi jam terbang Anda dalam kegiatan menulis, maka Anda pun akan
semakin ahli.
Sekali lagi, dalam menulis ini ada hubungan timbal-balik dengan membaca, seperti dinyatakan oleh Hernowo Hasyim, “Penulis yang baik, karena ia menjadi pembaca yang baik”.
“Syarat untuk menjadi penulis ada tiga, yaitu: menulis, menulis, menulis,” demikian dikatakan budayawan dan penulis Dr. Kuntowijoyo.
Demikianlah dua “kata kunci” yaitu membaca dan menulis, yang identik dengan “two in one”, satu-kesatuan dan tak dapat dipisah-pisahkan. Sebagaimana burung yang terbang dengan mengepakkan dua sayapnya yang kanan dan yang kiri, maka seorang penulis pun dituntut dua syarat mutlak, yaitu gemar membaca dan kemudian menuangkannya dalam bentuk tulisan.
Bagaimana Cara Menulis Buku yang Hebat, Baik dan Indah?
Menulis buku itu sebenarnya hanyalah aktivitas merangkai huruf, kata, kalimat, paragraf atau alinea, dan lembaran-lembaran tulisan hingga menjadi sebuah buku.
Dengan demikian, kita sesungguhnya dapat
mengatakan bahwa buku itu merupakan kumpulan bab, sedang bab itu sendiri
merupakan kumpulan paragraf-paragraf (alinea-alinea), sedang paragraf merupakan
kumpulan dari beberapa kalimat, sedang kalimat merupakan kumpulan dari beberapa
kata, dan kata hanyalah kumpulan dari huruf-huruf. Setidaknya, inilah
perspektif atau cara pandang baru dalam melihat buku.
Tergelitik bagi kita untuk dapat menulis buku yang hebat, baik dan indah, menggugah, bahkan dapat menginspirasi orang lain, apalagi dapat menjadi best seller di pasaran.
Beranikah kita bermimpi seperti itu?
Di samping penguasaan teknik menulis
yang baik dan benar, tentu hal ini menyangkut tantangan bagaimana tulisan kita
dapat diterima oleh penerbit nasional (ber-ISBN), yang tergolong penerbit
menengah sampai besar. Yang tak boleh dilupakan yaitu harus mengetahui
visi-misi penerbit yang hendak kita tuju.
Jika tulisan kita tentang agama atau
motivasi, hendaknya jangan memasukkan naskah kita kepada penerbit yang
berorientasi pada komputer atau elektronika. Pada dasarnya dicari penerbit yang
senafas dengan naskah yang kita tulis.
Selain itu, sebagai penulis kita harus membangun rasa optimistis bahwa tulisan kita dapat diterima oleh penerbit berskala nasional yang memiliki jaringan luas. Saya kira, dengan memiliki niat yang baik dan jujur, memiliki semangat dalam menulis, serta menguasai teknik-teknik menulis yang baik, maka hal itu akan menjadikan buku kita memiliki “ruh” yang baik pula.
Sehingga, diharapkan akan enak dibaca,
dijadikan referensi bagi penulis lain, dikoleksi di perpustakaan umum,
dijadikan pegangan akademisi, dan terlebih dapat mencerahkan para pembaca kita.
Adapun langkah-langkah kiat sukses menulis buku, syukur kalau dapat menjadi best seller, yakni sebagai berikut;
1). Membangun Keyakinan
Bahwa buku kita akan diterima publik, dapat memberikan inspirasi dan menggugah orang lain atau bahkan menjadi best seller, sebenarnya dalam hal ini memiiki peluang yang sama dengan penulis hebat sekali pun. Jadi, antara penulis pemula dengan penulis senior tak ada bedanya.
2). Persepsi Menulis Buku Mudah
Ini penting, sebab orang yang tidak memiliki persepsi bahwa menulis buku itu sebenarnya mudah, maka ia akan menganggap bahwa menulis buku itu sulit. Kalau demikian, selamanya ia merasa sulit menulis buku.
3). Memilih Tema Yang Tepat
Dalam memilih tema ini disesuaikan dengan kesenangan atau minat Anda dalam menulis buku. Selain itu, bolehlah jika kita menengok tentang tema buku yang sedang ngetren atau menjadi best seller saat ini. Dan, jika Anda mampu menuliskannya, mengapa tidak?
4). Membuat Outline atau Kerangka Tulisan
Pembuatan outline atau kerangka tulisan ini tujuannya agar penulisan kita menjadi efektif, lebih fokus dan tidak melebar. Tetapi, bagi Anda yang dapat menulis tanpa membuat outline atau kerangka tulisan, hal itu juga tidak masalah.
5). Memiliki Gaya Penulisan Sendiri
Boleh jadi, pada saat awal latihan menulis, Anda boleh meniru gaya penulis yang Anda senangi, seperti gaya Gunawan Muhammad, Emha Ainun Nadjib, Andrea Hirata, Habiburrahman El-Shirazy dan sebagainya. Setelah berulangkali Anda menulis seperti gaya penulis idola, maka Anda berusaha menjadi menjadi diri Anda sendiri. Artinya, Anda sudah mempunyai gaya penulisan sendiri, sehingga berbeda dengan gaya penulis idola Anda sebelumnya.
6). Menguasai Teknik Penulisan
Sebagai seorang penulis, maka kita dituntut untuk menguasai teknik penulisan berdasarkan pilihan kita, apakah kita hendak menulis buku fiksi atau non fiksi.
7). Mengalirkan Gairah, Semangat, Visi dan Misi
Salah satu rahasia keberhasilan buku-buku bestseller adalah pada kemampuannya dalam “berbicara” atau menjalin hubungan emosional dengan para pembacanya. Buku yang mengesankan adalah buku yang mampu memengaruhi dan menggerakkan pembacanya, miscalnya dengan mengungkapkan pikiran-pikiran atau ide-idenya. Dengan demikian penulis mampu mentransfer antusiasme, keyakinan, visi-visi, dan kejujurannya kepada pembaca.
8). Menguasai Teknik Pengayaan Dan Penyuntingan Naskah
Setelah kita selesai melakukan penulisan buku, hendaknya kita lakukan pengolahan atau editing naskah kita sehingga menjadi sempurna. Dalam hal ini termasuk mengecek lagi tentang penyuntingan dan pengayaan, istematika tulisan, judul bab dan sub bab, ketepatan teori dan pendekatan, kelengkapan data maupun variasi contoh kasus, pengembangan gaya bahasa populer, dan termasuk editing bahasa.
9). Memilih Judul yang Tepat
Judul-judul buku seperti Ayat-Ayat Cinta, Laskar Pelangi, atau buku-buku saya; Cermin Hati, Kontroversi Ajaran Kebatinan, Perdebatan Langit Dan Bumi, Brawijaya Moksa, dan seterusnya, menurut saya sudah bagus. Diharapkan paling banyak tiga kata, tidak lebih. Kalau lebih dari tiga kata, jadinya malah membosankan. Setidaknya, dengan tiga kata, maka judul tersebut dapat memberi kesan positif kepada pembaca.
10). Mencari Penerbit yang Sesuai
Langkah terakhir jika buku kita sudah selesai, yakni mencari penerbit yang memiliki misi yang sesuai dengan isi tulisan kita. Semakin besar penerbit tersebut, maka akan semakin terbuka peluang buku kita diterima pubik atau menjadi laris-manis di pasaran, syukur best seller.
Semoga manfaat
Adapun langkah-langkah kiat sukses menulis buku, syukur kalau dapat menjadi best seller, yakni sebagai berikut;
1). Membangun Keyakinan
Bahwa buku kita akan diterima publik, dapat memberikan inspirasi dan menggugah orang lain atau bahkan menjadi best seller, sebenarnya dalam hal ini memiiki peluang yang sama dengan penulis hebat sekali pun. Jadi, antara penulis pemula dengan penulis senior tak ada bedanya.
2). Persepsi Menulis Buku Mudah
Ini penting, sebab orang yang tidak memiliki persepsi bahwa menulis buku itu sebenarnya mudah, maka ia akan menganggap bahwa menulis buku itu sulit. Kalau demikian, selamanya ia merasa sulit menulis buku.
3). Memilih Tema Yang Tepat
Dalam memilih tema ini disesuaikan dengan kesenangan atau minat Anda dalam menulis buku. Selain itu, bolehlah jika kita menengok tentang tema buku yang sedang ngetren atau menjadi best seller saat ini. Dan, jika Anda mampu menuliskannya, mengapa tidak?
4). Membuat Outline atau Kerangka Tulisan
Pembuatan outline atau kerangka tulisan ini tujuannya agar penulisan kita menjadi efektif, lebih fokus dan tidak melebar. Tetapi, bagi Anda yang dapat menulis tanpa membuat outline atau kerangka tulisan, hal itu juga tidak masalah.
5). Memiliki Gaya Penulisan Sendiri
Boleh jadi, pada saat awal latihan menulis, Anda boleh meniru gaya penulis yang Anda senangi, seperti gaya Gunawan Muhammad, Emha Ainun Nadjib, Andrea Hirata, Habiburrahman El-Shirazy dan sebagainya. Setelah berulangkali Anda menulis seperti gaya penulis idola, maka Anda berusaha menjadi menjadi diri Anda sendiri. Artinya, Anda sudah mempunyai gaya penulisan sendiri, sehingga berbeda dengan gaya penulis idola Anda sebelumnya.
6). Menguasai Teknik Penulisan
Sebagai seorang penulis, maka kita dituntut untuk menguasai teknik penulisan berdasarkan pilihan kita, apakah kita hendak menulis buku fiksi atau non fiksi.
7). Mengalirkan Gairah, Semangat, Visi dan Misi
Salah satu rahasia keberhasilan buku-buku bestseller adalah pada kemampuannya dalam “berbicara” atau menjalin hubungan emosional dengan para pembacanya. Buku yang mengesankan adalah buku yang mampu memengaruhi dan menggerakkan pembacanya, miscalnya dengan mengungkapkan pikiran-pikiran atau ide-idenya. Dengan demikian penulis mampu mentransfer antusiasme, keyakinan, visi-visi, dan kejujurannya kepada pembaca.
8). Menguasai Teknik Pengayaan Dan Penyuntingan Naskah
Setelah kita selesai melakukan penulisan buku, hendaknya kita lakukan pengolahan atau editing naskah kita sehingga menjadi sempurna. Dalam hal ini termasuk mengecek lagi tentang penyuntingan dan pengayaan, istematika tulisan, judul bab dan sub bab, ketepatan teori dan pendekatan, kelengkapan data maupun variasi contoh kasus, pengembangan gaya bahasa populer, dan termasuk editing bahasa.
9). Memilih Judul yang Tepat
Judul-judul buku seperti Ayat-Ayat Cinta, Laskar Pelangi, atau buku-buku saya; Cermin Hati, Kontroversi Ajaran Kebatinan, Perdebatan Langit Dan Bumi, Brawijaya Moksa, dan seterusnya, menurut saya sudah bagus. Diharapkan paling banyak tiga kata, tidak lebih. Kalau lebih dari tiga kata, jadinya malah membosankan. Setidaknya, dengan tiga kata, maka judul tersebut dapat memberi kesan positif kepada pembaca.
10). Mencari Penerbit yang Sesuai
Langkah terakhir jika buku kita sudah selesai, yakni mencari penerbit yang memiliki misi yang sesuai dengan isi tulisan kita. Semakin besar penerbit tersebut, maka akan semakin terbuka peluang buku kita diterima pubik atau menjadi laris-manis di pasaran, syukur best seller.
Semoga manfaat
Salut sekali bagi informasi yang dibagikan,, saya sangat terinspirasi sekali dengan 4 kata kunci berikut untuk mendapatkan ilham
BalasHapusPertama, memperbanyak diam atau mengurangi bicara.
Kedua, menyendiri di tempat yang sepi.
Ketiga, sering begadangan (berjaga) di waktu malam.
Keempat, mampu menahan rasa lapar.
Mudah-mudahan ane dapat ilham,, Amien