a.
Pendahuluan
Suatu
kali, sebuah harian di Tokyo memuat berita mengenai serombongan manajer Amerika
yang ingin bekerja pada perusahaan Jepang. Kata harian itu, para pemimpin
perusahaan Amerika tersebut mau bekerja tanpa dibayar, asal dapat mempelajari
seni manajemen gaya Jepang.
Di
AS orang memang sedang keranjingan dengan manajemen Jepang. Di Eropa Barat
orang juga menaruh minat, mengapa ekonomi Jepang tetap kuat menghadapi krisis
minyak bumi dan resesi dunia. Mengapa sementara di kebanyakan negara industri
Barat produktifitas merosot dan inflasi melonjak, di Jepang inflasi berhasil
ditekan rendah, dan produktifitas bahkan meningkat.
Tambahan
pula: mengapa barang-barang ekspor Jepang makin kuat daya saingnya di pasaran
internasional? Mengapa misalnya Jepang dapat menggeser Inggris sebagai
penghasil utama sepeda motor, dapat mengalahkan Jerman Barat dalam produksi
mobil dan kamera, dapat melampaui industri jam Swiss yang terkenal, dan dapat
menyaingi komputer AS?
Tak
dapat dipungkiri bahwa hal tersebut terjadi karena faktor tertentu yang
dimiliki oleh bangsa Jepang itu sendiri. Makalah ini akan menguraikan faktor
filsafat Jepang, yaitu Kaizen, yang sangat berkontribusi membangun sumber daya
manusia mereka dalam bersaing di kancah global.
b.
Filsafat Kaizen
Dalam
bahasa Jepang, kaizen berarti perbaikan berkesinambungan. Istilah ini
mencakup pengertian perbaikan yang melibatkan semua orang –baik manajer dan
karyawan—dan melibatkan biaya dalam jumlah yak seberapa. Filsafat kaizen
berpandangan bahwa cara hidup kita—apakah itu kehidupan kerja atau kehidupan
sosial maupun kehidupan rumah tangga—hendaknya berfokus pada upaya terus
menerus. Konsep ini dirasakan begitu alamiah dan dipahami benar oleh banyak
orang Jepang, bahkan sampai mereka tak menyadari bahwa mereka memilikinya.
Meski
perbaikan dalam kaizen bersifat kecil dan berangsur, namun proses kaizen
mampu membawa hasil yang dramatis mengikuti waktu. Konsep kaizen menjelaskan
mengapa perusahaan tak dapat tetap statis untuk jangka waktu lama di Jepang.
Manajemen Barat, di sisi lain, memuja inovasi: perubahan besar-besaran melalui
terobosan teknologi; konsep manajemen atau teknik produksi mutakhir. Inovasi memang
dramatis, punya daya tarik istimewa yang besar.
Kaizen, sebaliknya, seringkali tidak dramatis bahkan biasa-biasa saja.
Namun inovasi merupakan upaya sekali tembak, dan hasilnya seringkali membawa
dampak sampingan masalah; sedangkan proses kaizen diterapkan berdasarkan
akal sehat dan berbiaya rendah, menjamin kemajuan berangsur yang memberikan
imbalan hasil jangka panjang. Kaizen adalah juga pendekatan dengan
resiko rendah. Manajer akan selalu bisa kembali ke cara lama tanpa melibatkan
biaya yang tinggi.
c.
Konsep utama kaizen
Manajemen
harus belajar untuk menerapkan konsep dan sistem yang mendasar tertentu dalam
rangka mewujudkan strategi kaizen:
·
Kaizen dan manajemen
·
Proses
versus hasil
·
Siklus
PDCA/SDCA
·
Mengutamakan
kualitas
·
Berbicara
dengan data
·
Proses
berikut adalah konsumen
Pada
saat memperkenalkan kaizen, manajemen puncak harus menggariskan
kebijakan ini secara jelas dan teliti. Mereka kemudian harus pula menetapkan
jadwal penerapan dan menampilkan kepemimpinan dengan mempraktekkan proses kaizen
di antara mereka.
1.
Kaizen dan manajemen
Dalam
konteks kaizen, manajemen memiliki dua fungsi utama: pemeliharaan dan
perbaikan. Pemeliharaan berkaitan dengan kegiatan untuk memelihara teknologi,
sistem manajerial, standar operasional yang ada, dan menjaga standar tersebut
melalui pelatihan serta disiplin. Di bawah fungsi pemeliharaan ini, manajemen
mengerjakan tugas-tugasnya sehingga semua orang dapat mematuhi prosedur
pengoperasian standar (standard operating procedure- SOP). Perbaikan,
pada sisi lain, berkaitan dengan kegiatan yang diarahkan pada meningkatkan
standar yang ada. Pandangan manajemen Jepang terhadap manajemen dalam hal ini
dapay disimpulkan secara singkat sebagai Pemeliharaan dan Perbaikan Standar.
Perbaikan
dapat dibedakan sebagai kaizen atau inovasi. Kaizen bersifat
perbaikan kecil yang berlangsung oleh upaya berkesinambungan. Sedang inovasi
merupakan perbaikan drastis sebagai hasil dari investasi sumber daya berjumlah
besar dalam teknologi atau peralatan (di saat dana menjadi faktor kunci, inovasi
memang mahal). Karena minatnya terhadap inovasi, para manajer Barat cenderung
untuk kurang sabar serta mengabaikan manfaat jangka panjang yang dapat
dihasilkan melalui kaizen bagi perusahaan. Kaizen, di sisi lain,
menekankan upaya manusia, moral, komunikasi, pelatihan, kerja sama,
pemberdayaan dan disiplin diri, yang merupakan pendekatan peningkatan
berdasarkan akal sehat, berbiaya rendah.
2.
Proses
versus hasil
Kaizen
menekankan pola pikir berorientasi proses, karena proses harus
disempurnakan agar hasil dapat meningkat. Kegagalan mencapai hasil yang
direncanakan merupakan cermin dari kegagalan proses. Menejemen harus
menemukenali dan memperbaiki kesalahan pada proses tersebut. Kaizen berfokus
pada upaya manusia—suatu orientasi yang sangat berbeda dengan orientasi hasil
yang diterapkan di Barat.
Pendekatan
berorientasi proses harus pula diterapkan dalam pencanangan berbagai strategi kaizen:
siklus PDCA (plan-do-check-act); siklus SDCA (standardize-do-check-act),
QDC (quality-cost-delivery), TQM (total productive maintenance),
JIT (just in time). Strategi kaizen telah gagal diterapkan di
banyak perusahaan justru karena mereka mengabaikan proses. Elemen yang paling
penting dalam menerapkan kaizen adalah komitmen dan keterlibatan penuh
dari manajemen puncak. Strategi kaizen harus didemonstrasikan secara
terbuka, konsisten, dan langsung guna menjamin keberhasila proses kaizen.
3.
Siklus
PDCA dan SDCA
Langkah
pertama dari kaizen adalah menerapkan siklu PDCA (plan-do-check-act)
sebagai sarana yang menjamin terlaksananya kesinambungan dari kaizen guna
mewujudkan kebijakan untuk memelihara dan memperbaiki/meningkatkan standar.
Siklus ini merupakan konsep yang terpenting dari proses kaizen.
Rencana
(plan) berkaitan dengan penetapan target untuk perbaikan (karena kaizen
adalah cara hidup, maka haruslah selalu ada target perbaikan untuk semua
bidang), dan permumusan rencana tindakan guna mencapai rencana tersebut.
Lakukan (do) berkaitan dengan penerapan dari rencana tersebut. Periksa (check) merujuk pada penetapan
apakah penerapan tersebut berada dalam jalur yang benar sesuai rencana dan
memantau kemajuan perbaikan yang direncanakan. Tindak (act) berkaitan
dengan standarisasi prosedur baru guna menghindari terjadinya kembali masalah
yang sama atau menetapkan sasaran baru bagi perbaikan berikutnya. Siklus PDCA
berputar secara berkesinambungan, segera setelah suatu perbaikan dicapai,
keadaan perbaikan tersebut guna menghindari terjadinya kembali masalah yang
sama atau menetapkan sasaran bagi bagi perbaikan berikutnya.
Siklus
PDCA berputar secara berkesinambungan, segera setelah suatu perbaikan dicapai,
keadaan perbaikan tersebut dapat memberikan inspirasi untuk perbaikan
selanjutnya. Karena karyawan umumnya lebih suka dengan kemapanan (status quo)
dan mereka jarang memiliki prakarsa sendiri untuk meningkatkan keadaan,
manajemen harus secara terus menerus merumuskan sasaran dan target perbaikan
yang memberikan tantangan.
Pada
awalnya, setiap proses kerja baru belum cukup stabil. Sebelum kita mengerjakan
siklus PDCA berikutnya, proses tersebut harus distabilkan melalui siklus SDCA.
Setiap kali ketidakwajaran timbul dalam suatu proses, pertanyaan-pertanyaan
berikut hendaknya diajukan sebagai bahan koreksi: Apakah hal itu terjadi karena
kita tidak memiliki standar? Apakah hal itu terjadi karena standar tidak
dipatuhi? Atau apakah hal itu terjadi karena standar yang ada tidak cukup rinci
atau kurang memadai? Hanya setelah standar ditetapkan dan dipatuhi serta
membawa kestabilan pada prose, kita boleh beralih ke PDCA berikutnya.
Jadi
SDCA menerapkan standarisasi guna
mencapai kestabilan proses, sedangkan PDCA menerapkan perubahan guna
meningkatkannya. SDCA berkaitan dengan fungsi pemeliharaan, sedang PDCA merujuk
pada fungsi perbaikan; dua hal inilah yang menjadi dua tanggung ajwab utama
manajemen.
4.
Mengutamakan
kualitas
Tujuan
utama dari kualitas, biaya, dan penyerahan (QCD) adalah menempatkan kualitas
pada prioritas tertinggi. Tidak jadi soal bagaimana menariknya harga dan penyerahan
yang ditawarkan pada konsumen, perusahaan tidak akan mampu bersaing jika
kualitas produk dan pelayanannya tidak memadai. Praktek mengutamakan kualitas
membutuhkan komitmen manajemen karena manajer seringkali berhadapan dengan
berbagai godaan untuk membuat kompromi berkenaan persyaratan penyerahan atau
pemotongan biaya. Dalam hal ini, mereka mengambil resiko mengorbankan tidak
hanya kualitas, tetapi juga kehidupan bisnisnya.
5.
Berbicara
dengan data
Kaizen
adalah proses pemecahan masalah. Agar suatu masalah dapat dipahami
secara benar dan dipecahkan, masalah itu harus ditemukenali untuk kemudian
secara benar data yang relevan dikumpulkan serta ditelaah. Mencoba
menyelesaikan masalah tanpa data adalah pemecahan masalah berdasarkan selera
dan perasaan—suatu pendekatan yang tidak ilmiah dan tidak objektif.
Mengumpulkan data tentang keadaan saat ini membantu memahami kea rah mana fokus
harus diarahkan; hal ini menjadi langkah awal dalam upaya perbaikan.
6. Proses
berikut adalah konsumen
Semua
pekerjaan pada dasarnya terselenggara melalui serangkaian proses, dan
masing-masing proses memiliki pemasok maupun konsumen. Suatu material atau
butiran informasi disediakan oleh proses A (pemasok) kemudian dikerjakan dan
diberi nilai tambah dip roses B untuk selanjutnya diserahkan ke proses C
(konsumen). Proses berikut harus selalu diperlakukan sebagai konsumen. Aksioma
ini, proses berikut adalah konsumen, merujuk pada dua macam konsumen: konsumen
internal (proses yang masih berada dalam perusahan yang sama) dan pelanggan eksternal
(yang ada di pasar).
Kebanyakan
orang dalam bekerja selalu berhubungan dengan konsumen internal. Kenyataan ini
hendaknya dipakai sebagai dasar komitmen untuk tak pernah meneruskan produk
cacat ataupun butir informasi yang salah kepada proses berikutnya. Bila semua
orang di dalam perusahaan mempraktekkan aksioma ini, konsumen yang
sesungguhnya—konsumen eksternal di pasar—dapat dipastikan akan menerima produk
atau jasa layanan berkualitas tinggi sebagai akibatnya. Sistem jaminan kualitas
yang sejati berarti bahwa semua orang di dalam organisasi terdaftar sebagai
penganut dan mempraktekkan aksioma ini.
d.
Sistem utama kaizen
Berikut
ini adalah sistem utama yang harus mendapat posisi penting guna mencapai sukses
strategi kaizen:
·
Total
Quality Control/Total Quality Management
(TQC/TQM)
·
Sistem
produksi just-in-time (sistem produksi Toyota)
·
Total
Productive Maintenance
·
Penjabaran
kebijakan perusahaan (policy deployment)
·
Sistem
saran (suggestion system)
·
Kegiatan
kelompok kecil (small-group activities)
1.
total quality control /total quality management
salah
satu prinsip dari manajemen Jepang adalah total quality control (TQC)
yang pada awal pertumbuhannya menekankan pengendalian pada proses untuk
mencapai kualitas. Prinsip ini telah berevolusi menjadi sistem yang mencakup
semua aspek manajemen dan sekarang
dirujuk dengan istilah total quality management (TQM), istilah yang
lebih dikenal secara internasional.
Gerakan
TQC/TQM sebagai bagian dari kaizen dapat memberikan gambaran lebih jelas
tentang pendekatan manajemen Jepang. TQC/TQM ala Jepang dikembangkan sebagai strategi
tang membantu manajemen agar menjadi makin mampu bersaing dan mendapatkan
keuntungan dengan perbaikan di semua aspek bisnis yang dihadapinya. Dalam
TQC/TQM, Q yang berarti mutu/kualitas (quality) memang memiliki
prioritas tinggi, namun di samping kualitas terdapat sasaran lain pula, yaitu
biaya (cost) dan batas waktu
penyerahan (delivery).
Huruf
T pada TQC/TQM menekankan total, berarti melibatkan semua orang
dalam organisasi, dari manajemen madya, supervisor, dan para pekerja langsung.
Lebih lanjut pengertiannya diperluas ke arah pemasok, agen penjualan, dan
penjual. Huruf T ini juga mengacu pada kepemimpinan dan kinerja
manajemen puncak (top management), suatu faktor yang sangat esensial untuk
penerapan TQC/TQM yang berhasil.
Huruf
C merujuk pada pengendalian (control) atau pengendalian
proses. Dalam TQC/TQM, proses kunci harus ditemukenali, dikendalikan, dan
diperbaiki secara berkesinambungan agar hasilnya meningkat. Peran manajemen
dalam TQC/TQM adalah menetapkan rencana untuk memeriksa proses dan
membandingkan hasilnya guna memperbaiki proses tersebut, dan bukan mengecam
proses berdasarkan hasil yang dicapai.
2.
Sistem
produksi just-in-time
Lahir
di Toyota Motor Company di bawah kepemimpinan Taiichi Ohno, sistem produksi just-in-time
(JIT) bertujuan menghapuskan segala jenis kegiatan tak bernilai tambah dan
mencapai sistem produksi yang ramping dan luwes dalam menampung fluktuasi dari
permintaan dan pesanan konsumen. Sistem produksi ini didukung oleh konsep
seperti pacu kerja (takt time—waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan
satu unit secara harmonis) di atas siklus kerja (cycle time), aliran
proses satu unit (one-piece flow), sistem produksi tarik (pull
production), jidohka (otonomisasi), tata letak sel produksi
berbentuk U, dan pengurangan waktu set-up.
Untuk
mewujudkan gagasan ideal sistem produksi just-in-time, serangkaian
kegiatan kaizen harus diterapkan secara terus menerus guna menghapuskan
berbagai kegiatan tak bernilai tambah. JIT secara dramatis akan mengurangi
biaya, menyelesaikan produk pada saat yang tepat dan secara mencolok dapat
memperbesar tingkat keuntungan perusahaan.
3.
Total productive maintenance
Sekarang
semakin banyak perusahaan manufaktur menerapkan total productive maintenance
(TPM) di dalam maupun di luar Jepang. TQM, seperti kita pahami, menekankan
peningkatan kualitas peralatan, TPM bertujuan untuk memaksimalkan efisiensi
peralatan melalui sistem terpadu untuk pemeliharaan preventif (penjagaan) guna
memperpanjang usia hidup peralatan. Seperti halnya TQM yang melibatkan semua
orang di dalam perusahaan, TPM juga melibatkan semua orang di dalam perusahaan.
4.
Penjabaran
kebijakan perusahaan
Meskipun
strategi kaizen ditujukan pada kegiatan menciptakan perbaikan, dampaknya
akan menjadi terbatas bila semua orang bergiat hanya demi kaizen semata,
tanpa suatu tujuan yang lebih nyata. Manajemen harus menetapkan sasaran yang
jelas guna memandu semua orang dan memastikan bahwa semua kepemimpinan dan
kegiatan kaizen diarahkan guna mencapai tujuan tersebut. Kaizen yang sejati dalam pelaksanaan dan penerapannya
membutuhkan pemantauan yang ketat dan terinci.
Pertama-tama,
manajemen puncak harus menetapkan strategi jangka panjang, yang dijabarkan
menjadi strategi jangka menengah dan tahunan. Manajemen puncak juga harus
memiliki rencana untuk menjabarkan dan mewujudkan strategi itu, diturunkan
melalui jenjang organisasi sampai mencapai tingkat operasional tenaga kerja di
tempat kerja. Dengan terjabarnya strategi ke tingkat yang makin bawah, rencana
ini akan memuat banyak rencana tindakan maupun menyeluruh tentang “Kita harus
menurunkan biaya sebesar 10 persen agar mampu bersaing” dapat diterjemahkan
menjadi berbagai kegiatan yang berkaitan dengan meningkatkan produktifitas,
mengurangi persediaan, dan mengurangi cacat produksi, serta memperbaik tata
letak jalur produksi.
Kaizen
tanpa target seperti suatu perjalanan tanpa tujuan. Kaizen
sangat efektif ketika setiap orang bekerja untuk mencapai target, dan manajemen
harus menentukan target.
5.
Sistem
saran
Sistem
satan berfungsi sebagai bagian terpadu dari kaizen secara perorangan dan
menekankan peningkatan moral serta memperbedar manfaat positif dari partisipasi
karyawan. Manajer Jepang memandang peran utama sari sistem saran sebagai
saranan menumbuhkan minat terhadap kaizen, yaitu dengan memberdayakan
karyawan mereka dalam mengajukan saran, betatapun kecil arti saran tersebut.
Karyawan Jepang umumnya didorong untuk mendiskusikan saran mereka dengan
atasannya dan langsung menerapkannya, bahkan sebelum mereka mencatatnya dalam
formulir saran. Mereka tidak mengharapkan keuntungan ekonomi yang besar dari
setiap saran diajukannya. Membudayakan pola pikir kaizen dan disiplin
diri. Pandangan ini berlawanan tajam dengan pandangan manajemen Barat yang menekankan
keuntungan ekonomis serta intensif berupa uang pada sistem saran.
6.
Kegiatan
kelompok kecil
Strategi
kaizen mencakup pula kegiatan kelompok kecil—informal, sukarela,
kelompok antarunit dalam perusahaan yang diorganisir untuk melakukan tugas
spesifik dalam lingkungan gugus tugas. Jenis yang paling terkenal adalah gugus
kendali mutu. Dirancang tidak hanya menangangi masalah kualitas, namun juga
masalah biaya, keselamatan kerja, dan produktifitas, gugus kendali mutu dapat
dianggap sebagai kegiatan kaizen secara berkelompok. Gugus kendali mutu
telah memainkan peranan penting dalam meningkatkan kualitas produk dan
produktifitas di Jepang. Namun peran mereka seringkali telah dibesar-besarkan
di luar proporsinya oleh para pengamat luar, yang begitu yakin bahwa gugus ini
merupakan tulang punggung kegiatan kualitas di Jepang. Bukan itu. Manajemenlah yang
menjadi tulang punggung, mereka mengembangkan kepemimpinan dalam mewujudkan
kualitas, dengan kegiatannya yang masih jarang dibicarakan para pengamat luar,
seperti: membangun sistem jaminan kualitas, membekali karyawan dengan
pelatihan, menetapkan dan menjabarkan kebijakan dan membangun sistem silang
fungsi (crossfunctional) dalam memperbaiki manajemen QCD (quality,
cost delivery atau kualitasnya, biaya dan penyerahan). Gugus manajemen
telah memainkan peran yang mungkin tak tampak, namun sangat vital dalam
mendukung kegiatan tersebut.
e.
Sasaran akhir dari strategi kaizen
Karena
kaizen berkaitan dengan perbaikan, kita harus memahami aspek bisnis apa
yang paling penting untuk diperbaiki. Dan jawaban terhadap pertanyaan ini
adalah kualitas, biaya, dan penyerahan (quality, cost, delivery-QCD).
Kualitas tidak hanya berkaitan dengan kualitas produk jadi atau jasa layanan,
namun juga kualitas dari proses yang menghasilkan produk maupun jasa layanan
tersebut. Biaya (C) berkaitan dengan biaya keseluruhan, sejak dari
merancang, memproduksi, menjual, dan
memelihara produk atau jasa layanan tersebut. Penyerahan (D)
adalah menyerahkan produk atau jasa pelayanan secara tepat jumlah dan tepat
waktu. Bila tiga kondisi yang dirumuskan dalam QCD itu terpenuhi, maka konsumen
terpuaskan.
Kegiatan
QCD merupakan jembatan antar fungsi atau antar departemen dalam organisasi,
seperti: litbang, rekayasa teknik, produksi, dan pemeliharaan pasca penjualan.
Oleh karena itu, kerja sama silang fungsi sangat penting, seperti juga kerja
sama dengan pemasok atau dengan agen penjualan. Manajemen puncak bertanggung
jawab untuk melakukan penilaian terhadap posisi QCD perusahaan, yang tercermin
di pasar setiap saat. Mereka juga harus menetapkan prioritas dari perbaikan QCD
dalam kebijakannya.
f.
Penutup dan kesimpulan
Inti
kaizen sederhana sekali dan langsung pada sasaran. Kaizen berrati
penyempurnaan. Di samping itu kaizen berarti penyempurnaan berkesinambungan
yang melibatkan setiap orang baik manajer maupun karyawan. Filsafat kaizen
menganggap bahwa hidup kita—baik cara kerja, kehidupan sosial, maupun kehidupan
rumah tangga—perlu disempurnakan setiap saat.
Implikasi
dari kaizen tersebut juga adalah membantu perusahaan Jepang menerapkan
cara berpikir yang berorientasi kepada proses dan mengembangkan strategi
yang menjamin penyempurnaan berkesinambungan, melibatkan unsur manusia dari
segala tingkata dalam hierarki organisasi. Pesan dari strategi kaizen adalah
bahwa tidak satu hari pun boleh berlalu tanpa sesuatu tindakan penyempurnaan
dalam perusahaan.
Seorang
ahli dari Lembaga Riset Nomura Tokyo, Dr Satoshi Kuribayashi, menyimpulkan
sebagai berikut:
1.
Manajemen
Jepang memperlakukan orang sebagai anggota dari organisasi, bukan sebagai
karyawan
2.
Sebagai
pedoman operasi digunakan “nilai-nilai bersama”, bukan prosedur mendetil dan
pengawasan ketat.
3.
Pendekatan
terhadap strategi perusahaan adalah “berpikir besar”.
4.
Manajer
Jepang adalah pendengar yang baik.
Setelah
melihat sebab-sebab tersebut, pertanyaan yang muncul adalah: apakah manajemen
gaya Jepang ini dapat diterapkan di Indonesia? Apa prasayarat yang harus
dipenuhi? Dr Satoshi Kuribayashi berpendapat, Indonesia hendaknya tidak
menjiplak begitu saja manajemen Jepang, melainkan memilih unsur-unsurnya yang
dapat diterapkan.
Manajemen
Jepang bukanlah jaminan, bahwa akan merupakan bentuk menejemen terbaik bagi
Indonesia. Lebih baik jika Indonesia mengembangkan sendiri suatu bentuk
manajemen Indonesia. Satu hal yang kemungkinan besar yang dapat diterapkan di
Indonesia adalah sistem quality control delivery (QCD) berasal dari
Barat, dan dalam bentuk aslinya disebut Statistical Quality Control. Ini
adalah suatu cara mengawasi kualitas melalui teknik statistik ruwet, yang
biasanya hanya dikerjakan oleh mereka yang ahli saja.
Namun,
ketika konsep QCD ini diperkenalkan di Jepang dalam tahun 1950-an, tujuannya
diubah dari mengawasi kualitas menjadi meningkatkan kualitas. Jika semula hanya
diterapkan di bagian produksi saja, maka di Jepang diterapkan untuk semua
bidang dan bagian. Mulai dari desain sampai pelayanan, dari bagian produksi
sampai ke bagian keuangan dan pemasaran, dari pabrik sampai ke bank dan
toko-toko. Oleh karena itu kerap kali juga disebut Total Quality Control.
Dan
kalau di Barat QCD ini dilakukan oleh para ahli, maka di Jepang semua karyawan
yang mau—mulai dari buruh paling rendah sampai ke atasa—dapat melakukannya.
Melalui apa yang disebut QCD, karyawan secara sukarela membentuk kelompok-kelompok
kecil di bagian masing-masing. Mereka mendapat latihan dalam teknik quality
control, dan bekerjasama untuk meningkatkan kualitas kerja tiap dari bagian
masing-masing. Tiap bagian sebaliknya bekerjasama erat dengan bagian-bagian
lain.
Melihat
sistem kerjanya, sistem QCD kemungkinan besar dapat dilaksanakan di Indonesia.
Yang perlu dipikirkan ialah, motivasi apakah yang paling baik digunakan, agar
karyawan merasa tertarik dan mau membuang waktu serta tenaga ekstra. Di Jepang,
imbalan uang ini ternyata bukan faktor penting. Berbeda dengan di AS, di Jepang
imbalan uang bagi buruh atau karyawan yang menemukan sesuatu yang baru, tidak
seberapa. Menurut seorang ahli Amerika, Prof J. M. Jran, insentif uang ini
memenpati tempat terakhir dalam deretan motivasi. Dalam sebuah simposium
tentang QCD di Jepang dalam tahun1966, Prof Juran menyebutkan bahwa motivasi
pertama bagi karyawan untuk ikut QCD, adalah meningkatkan prestasi perusahaan
melalui kegiatan kelompok.
Motivasi
lain adalah keinginan untuk menambahkan pengetahuan, pengakuan dari usaha
mereka di dalam perusahaan dan kesempatan untuk ikut dalam simposium serta
kunjungan kerja ke luar negeri, dan kesempatan untuk melakukan pekerjaan
kreatif dalam bidang pekerjaan rutin yang biasanya membosankan. Dan baru setelah
motivasi-motivasi di atas disebutkan insentif ekonomi yang disediakan oleh
perusahaan.
0 komentar:
Posting Komentar