![]() |
"Kemampuan tak berarti tanpa kesempatan" |
Segala puji atas kehadirat Tuhan Maha Esa.
Salam sejahtera semoga senantiasa tercurah kepada Muhammad, Sang Pembawa
Risalah. Dalam perkembangannya Islam mengalami beberapa fase. Narasi proses
perjalan Islam tersebut senantiasa melahirkan tokoh-tokoh yang memberi nuansa
tersendiri, hingga di masa kini.
Kemajuan dan kemunduran Islam tidak dapat
dilepaskan dari perjumpaannya dengan berbagai kebudayaan. Perjumpaan tersebut
membentuk tarian yang kompleks lan dinamis yang terus memproduksi nilai dan
realitas terbaru.
Sebentuk kecil dari narasi perjumpaan tersebut
adalah tentang Napoleon dan ekspansinya ke negeri Mesir. Sebuah ‘kunjungan’
berharga bagi umat Islam yang tengah mengalami fase disintegrasi; kunjungan
yang menyadarkan ketertinggalannya sebagai umat yang pada fase sebelumnya
(650-1000 M) menguasai hampir seluruh daratan di bumi.
Jika untuk menjadi sempurna gading harus retak,
makalah ringkas tentang Napoleon ini bukanlah gading, melainkan serpihan
gading. Sebuah upaya sederhana guna memotret sekilas rekam jejak tokoh yang
turut melambari pembaharuan dalam Islam sebagai mana yang memang menjadi tema
sentral mata kuliah ini
Kilas
Napoleon Bonaparte
Jendral dan Kaisar Perancis yang tenar,
Napoleon I, keluar dari rahim ibunya di Ajaccio, Corsica, tahun 1769. Nama aslinya Napoleon
Bonaparte. Corsica masuk wilayah kekuasaan Perancis cuma lima belas bulan
sebelum Napoleon lahir, dan pada saat-saat remajanya Napoleon seorang
nasionalis Corsica yang menganggap Perancis itu penindas. Tetapi, Napoleon
dikirim masuk akademi militer di Perancis dan tatkala dia tamat tahun 1785 pada
umur lima belas tahun dia jadi tentara Perancis berpangkat letnan.
Empat tahun kemudian
Revolusi Perancis meledak dan dalam beberapa tahun pemerintah baru Perancis
terlibat perang dengan beberapa negara asing. Kesempatan pertama Napoleon
menampakkan kebolehannya adalah di tahun 1793, dalam pertempuran di Toulon
(Perancis merebut kembali kota itu dari tangan Inggris), tempat Napoleon bertugas
di kesatuan artileri. Pada saat itu dia sudah tidak lagi berpegang pada paham
nasionalis Corsicanya, melainkan sudah menganggap diri orang Perancis.
Sukses-sukses yang diperolehnya di Toulon mengangkat dirinya jadi brigjen dan
pada tahun 1796 dia diberi beban tanggung jawab jadi komando tentara Perancis
di Itali. Di negeri itu, antara tahun 1796-1797, Napoleon berhasil pula merebut
serentetan kemenangan yang membuatnya seorang pahlawan tatkala kembali ke
Perancis.
Di tahun 1798 ia memimpin
penyerbuan Perancis ke Mesir. Langkah ini ternyata merupakan malapetaka. Di
darat, umumnya pasukan Napoleon berhasil, tetapi Angkatan Laut Inggris di bawah
pimpinan Lord Nelson dengan mantap mengobrak-abrik armada Perancis, dan di
tahun 1799 Napoleon meninggalkan pasukannya di Mesir dan pulang ke Perancis.
Begitu sampai di Perancis,
Napoleon yang jeli itu dapat berkesimpulan bahwa rakyat Perancis lebih
terkenang dengan kemenangan-kemenangannya di Itali ketimbang kegagalan
ekspedisi Perancis ke Mesir. Berpegang pada fakta ini, hanya sebulan sesudah
dia menginjak bumi Perancis, Napoleon ambil bagian dalam perebutan kekuasaan
bersama Albe Sieyes dan lain-lainnya. Kup ini melahirkan sebuah pemerintah baru
yang disebut “Consulate” dan Napoleon menjadi Konsul pertama. Kendati
konstitusi sudah disusun dengan cermat dan diterima lewat persetujuan plebisit
rakyat, ini cuma kedok belaka untuk menutupi kediktatoran militer Napoleon yang
dengan segera mampu menyikut dan melumpuhkan lawan-lawannya.
Naiknya Napoleon ke tahta
kekuasaan betul-betul menakjubkan. Tepatnya di bulan Agustus 1793, sebelum
pertempuran Toulon, Napoleon samasekali tidak dikenal orang. Dia tak lebih dari
seorang perwira rendah berumur dua puluh empat tahun dan bukan sepenuhnya orang
Perancis. Tetapi, kurang dari enam tahun kemudian –masih dalam usia tiga puluh
tahun– sudah menjelma jadi penguasa Perancis yang tak bisa dibantah lagi,
posisi yang digenggamnya selama lebih dari empat belas tahun.
Di masa tahun-tahun
kekuasaannya, Napoleon melakukan perombakan besar-besaran dalam sistem
administrasi pemerintahan serta hukum Perancis. Misalnya, dia merombak struktur
keuangan dan kehakiman, dia mendirikan Bank Perancis dan Universitas Perancis,
serta menyentralisir administrasi. Meskipun tiap perubahan ini punya makna penting,
dan dalam beberapa hal punya daya pengaruh jangka lama khususnya untuk
Perancis, tidaklah punya pengaruh yang berarti buat negeri lain.
Tetapi salah satu
perombakan yang dilakukan oleh Napoleon punya daya pengaruh yang melampaui
batas negeri Perancis sendiri. Yaitu, penyusunan apa yang termasyhur dengan
sebutan Code Napoleon. Dalam banyak hal, code ini mencerminkan ide-ide Revolusi
Perancis. Misalnya, di bawah code ini tidak ada hak-hak istimewa berdasar
kelahiran dan asal-usul, semua orang sama derajat di mata hukum. Berbarengan
dengan itu code tersebut cukup mendekati hukum-hukum lama dan adat kebiasaan
Perancis sehingga diterima oleh rakyat Perancis dan sistem pengadilannya.
Secara umum, code itu moderat, terorganisir rapi dan ditulis dengan ringkas,
jelas, serta dapat diterima, tambahan pula mudah difahami. Akibatnya, code ini
tidak hanya berlaku di Perancis (hukum perdata Perancis yang berlaku sekarang
hampir mirip dengan Code Napoleon itu) tetapi juga diterima pula di
negeri-negeri lain dengan perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan keperluan
setempat.
Politik Napoleon senantiasa
menumbuhkan keyakinan bahwa dialah seorang yang membela Revolusi Perancis.
Tetapi, di tahun 1804 dia sendiri pula yang memperoklamirkan diri selaku Kaisar
Perancis. Tambahan lagi, dia mengangkat tiga saudaranya keatas tahta kerajaan
di beberapa negara Eropa. Langkah ini tidak bisa tidak menumbuhkan rasa tidak
senang pada sebagian orang-orang Republik Perancis yang menganggap tingkah itu
sepenuhnya merupakan pengkhianatan terhadap ide-ide dan tujuan Revolusi
Perancis. Tetapi, kesulitan utama yang dihadapi Napoleon adalah peperangan
dengan negara-negara asing.
Di tahun 1802, di Amiens,
Napoleon menandatangani perjanjian damai dengan Inggris. Ini memberi angin lega
kepada Perancis yang dalam tempo sepuluh tahun terus-menerus berada dalam
suasana perang. Tetapi, di tahun berikutnya perjanjian damai itu putus dan
peperangan lama dengan Inggris dan sekutunya pun mulai lagi. Walaupun pasukan
Napoleon berulang kali memenangkan pertempuran di daratan, Inggris tidak bisa
dikalahkan kalau saja armada lautnya tak terlumpuhkan. Malangnya untuk
Napoleon, dalam pertempuran yang musykil di Trafalgar tahun 1805, armada laut
Inggris merebut kemenangan besar. Karena itu, pengawasan dan keampuhan Inggris
di lautan tidaklah perlu diragukan lagi. Meskipun kemenangan besar Napoleon (di
Austerlitz melawan Austria dan Rusia) terjadi enam minggu sesudah Trafalgar,
hal ini sama sekali tidak bisa menghapus kepahitan kekalahan di sektor armada
laut.
Di tahun 1808 Napoleon
perbuat ketololan besar melibatkan Perancis ke dalam peperangan yang panjang
dan tak menentu ujung pangkalnya di Semenanjung Iberia, tempat tentara Perancis
tertancap tak bergerak selama bertahun-tahun. Tetapi, kekeliruan terbesar Napoleon
adalah serangannya terhadap Rusia. Di tahun 1807 Napoleon bertemu muka dengan
Czar, dan dalam perjanjian Tilsit mereka bersepakat menggalang persahabatan
abadi. Tetapi, persepakatan dan persekutuan itu lambat laun rusak, dan di tahun
1812 bulan Juni Napoleon memimpin tentara raksasa menginjak-injak bumi Rusia.
Hasil dari perbuatan ini
sudah sama diketahui. Tentara Rusia umumnya menghindar dari pertempuran
langsung berhadapan dengan tentara Napoleon, karena itu Napoleon dapat maju
dengan cepatnya. Di bulan September Napoleon menduduki Moskow. Tetapi, orang
Rusia membumihanguskan kota itu dan sebagian besar rata dengan tanah. Sesudah
menunggu lima minggu di Moskow (dengan harapan sia-sia Rusia akan menawarkan
perdamaian), Napoleon akhirnya memutuskan mundur, tetapi keputusan ini sudah
terlambat. Gabungan antara pukulan tentara Rusia dan musim dingin yang kejam,
tak memadainya suplai pasukan Perancis mengakibatkan gerakan mundur itu menjadi
gerakan mundur yang morat-marit. Kurang dari sepuluh persen tentara raksasa
Perancis bisa keluar dari bumi Rusia hidup-hidup.
Negara-negara Eropa lain,
seperti Austria dan Prusia, sadar benar mereka punya kesempatan baik menghajar
Perancis. Mereka menggabungkan semua kekuatan menghadapi Napoleon,dan pada saat
pertempuran di Leipzig bulan Oktober 1813, Napoleon kembali mendapat pukulan
pahit hingga sempoyongan. Tahun berikutnya dia berhenti dan dibuang ke Pulau
Elba, sebuah pulau kecil di lepas pantai Itali.
Di tahun 1815 dia melarikan
diri dari Pulau Elba, kembali ke Perancis, disambut baik dan kembali berkuasa.
Kekuatan-kekuatan Eropa segera memaklumkan perang dan seratus hari sehabis
duduknya lagi ia di tahta kekuasaan, Napoleon mengalami kekalahan yang
mematikan di Waterloo.
Sesudah Waterloo, Napoleon
dipenjara oleh orang Inggris di St. Helena, sebuah pulau kecil di selatan
Samudera Atlantik. Di sinilah dia menghembuskan nafasnya yang terakhir tahun
1821 akibat serangan kanker.
Karier militer Napoleon
menyuguhkan paradoks yang menarik. Kegeniusan gerakan taktiknya amat memukau,
dan bila diukur dari segi itu semata, bisa jadi dia bisa dianggap seorang
jendral terbesar sepanjang jaman. Tetapi di bidang strategi dasar dia merosot
akibat bikin kekeliruan-kekeliruan besar, seperti misalnya penyerbuan ke Mesir
dan Rusia. Kesalahan strateginya begitu bego sehingga Napoleon tak layak
dijuluki pemimpin militer kelas wahid. Apakah anggapan kedua ini tidak adil?
Saya kira tidak. Sesungguhnya, ukuran kebesaran seorang jendral terletak pada
kemampuannya mengelak dari berbuat kesalahan-kesalahan yang menuntun kearah
kehancuran. Hal semacam itu tak terjadi pada diri Alexander Yang Agung, Jengis
Khan dan Tamerlane yang tentaranya tak pernah terkalahkan. Berhubung Napoleon
pada akhirnya dapat dikalahkan di tahun 1815, Perancis memiliki daerah lebih
kecil ketimbang yang pernah dipunyainya di tahun 1879, saat pecahnya Revolusi.
Napoleon tentu saja seorang
“egomaniac” dan sering dianggap semodel dengan Hitler. Tetapi, ada perbedaan
yang ruwet diantara keduanya. Jika Hitler bertindak sebagian terbesarnya atas
dorongan ideologi yang tersembunyi, Napoleon semata-mata terdorong oleh ambisi
yang oportunistis dan dia tak punya selera melakukan penjagalan besar dan
gila-gilaan. Dalam masa pemerintahan Napoleon, tidak terdapat semacam kamp
konsentrasi seperti yang dipunyai Hitler.
Teramat masyhurnya nama
Napoleon amat mudah menjebak orang menganggap dia itu berpengaruh besar secara
berlebih-lebihan. Masa pengaruh jangka pendeknya memang besar, mungkin lebih
besar dari Alexander Yang Agung walaupun tidak sebesar Hitler. (Menurut
taksiran, sekitar 500.000 tentara Perancis mati dalam perang Napoleon, sedang
sekitar 800.000 orang Jerman tewas selama Perang Dunia ke-2). Dengan ukuran apa
pun, perbuatan pengrusakan Napoleon lebih sedikit ketimbang apa yang diperbuat
Hitler.
Dalam kaitan pengaruh
jangka panjang, tampaknya Napoleon lebih penting ketimbang Hitler, meski lebih
kurang penting dibanding Alexander Yang Agung. Napoleon melakukan perubahan
luas dalam tata administrasi Perancis, tetapi penduduk Perancis cuma satu per
tujuh puluh penduduk dunia. Dalam tiap kejadian, perubahan administratif macam
itu harus ditinjau dari sudut perspektif yang sewajarnya. Pengaruhnya terhadap
orang Perancis jauh lebih sedikit ketimbang perubahan-perubahan sejumlah
kemajuan teknologi dalam masa dua abad belakangan ini.
Banyak orang bilang, masa
Napoleon menyediakan peluang bagi perubahan-perubahan bagi terkonsolidasinya
dan semakin mapannya kaum borjuais Perancis. Di tahun 1815, tatkala monarki
Perancis akhirnya tersusun kembali, perubahan-perubahan ini ditopang dan
dilindungi begitu baiknya sehingga kemungkinan bisa kembalinya pola-pola sosial
orde lama suatu hal yang sepenuhnya mustahil. Tetapi, perubahan terpenting
sebetulnya terjadi dan tersusun sebelum Napoleon. Pada tahun 1799 ketika
Napoleon memegang kendali pemerintahan mungkin setiap jalan ke arah kembalinya
ke masa status quo sudah terlambat. Tetapi, lepas dari ambisi Napoleon sendiri
yang keraja-rajaan, dia memang pegang peranan penting menyebarnya ide revolusi
ke seluruh Eropa.
Napoleon juga membawa
akibat timbulnya pengaruh-pengaruh luas dan besar dalam revolusi Amerika Latin.
Penyerbuannya ke Spanyol melemahkan pemerintahan Spanyol sehingga cengkraman
kolonialnya di daerah-daerah jajahannya juga dengan sendirinya melonggar dan
tidak efektif. Dalam situasi de facto otonomi inilah gerakan-gerakan
kemerdekaan Amerika Latin mulai meletus.
Ekspedisi ke Mesir
Setelah selesainya Revolusi
1789 Prancis mulai menjadi negara besar yang mendapat saigan dan tantangan dari
Inggris. Inggris di waktu itu telah meningkat kepentingan-kepentingannya di
India dan untuk memutuskan komunikasi antara Inggris di Barat dan India di
Timur, Napoleon melihat bahwa Mesir perlu di letakkan di bawah kekuasaan
Prancis. Di samping itu Prancis perlu pada pasaran baru untuk hasil
perindustriannya. Napoleon sendiri kelihatannya mempuyai tujuan sampingan lain.
Aleksander Macedonia pernah menguasai Eropa dan Asia sampai ke India, dan
Napoleon ingin mengikuti jejak Aleksander ini. Tempat strategis unutk menguasai
kerajaan besar seperti yang dicita-citakannya itu, adalah Kairo dan bukan Roma
atau Paris. Inilah beberapa hal yang mendorong Prancis dan Napoleon untuk
menduduki Mesir.
Mesir pada waktu itu beradadi
bawah kekuasaan kaum Mamluk, sungguhpun sejak ditaklukkan Sultan Salim di tahun
1517, daerah ini pada hakikatnya merupakan bagian dari kerajaan Usmani. Tetapi
setelah bertambah lemahnya kekuasaan sultan-sultan di abad ke-17, Mesir mulai
melepaskan diri kekuasaan Istambul dan akhirnya menjadi daerah otonom.
Sultan-sultan Usmani tetap
mengirim seorang Pasya Turki ke Kairo untuk bertindak sebagai wakil mereka
dalam memerintah daerah ini. Tetapi karena kekuasaan sebenarnya terletak di
tangan Kaum Mamluk, kedudukannya di Kairo tidak lebih dari kedudukan seorang
duta besar.
Kaum Mamluk berasal dari
budak-budak yang dibeli di Kauasus, suatu daerah pegunungan yang terletak di
daerah perbatasan antara Rusia dan Turki. Mereka dibawa ke Istambul atau ke
Kairo untuk diberi didikan militer, dan dalam dinas kemiliteran kedudukan
mereka meningkat dan di antaranya ada yang dapatmencapai jabatan militer
tertinggi.
Setelah jatuhnya prestise
sultan-sultan Usmani, mereka tidak mau lagi tunduk kepada Istambubl bahkan
menolak pengiriman hasil pajak yang mereka pungut dengan secara kekerasan dari
rakyat Mesir ke Istambul. Kepala mereka disebut Syeikh al-Balad dan syeikh ini
yang sebenarnya menjadi raja di Mesir pada waktu itu. Karena mereka bertabiat
kasar dan biasanya hanya tahu bahasa Turki dan tak pandai berbahasa Arab,
hubungan mereka dengan rakyat Mesir tidak begitu baik.
Bagaimana lemahnya
pertahanan kerajaan Usmani dan kaum Mamluk di ketika itu, dapat digambarkan
dari perjalanan perang di Mesir. Napoleon mendarat di Alexandria pada tanggal 2
juni 1798 dan keesokan harinya kota pelabuhan yang penting ini jatuh. Sembilan
hari kemudian, Rasyid, suatu kota yang terletak di sebelah timur Alexandria,
jatuh pula. Pada tanggal 21 Juli tentara Napoleon sampai di daerah pyramid di
dekat Kairo. Pertempuran terjadi di daerah itu dan kamu Mamluk karena tak
sanggup melawan senjata-senjata meriam Napoleon, lari ke Kairo. Tetapi di sini
mereka tidak mendapat simpati dan sokongan dari rakyat Mesir. Akhirnya mereka
terpaksa lari dari daerah Mesir sebelah selatan. Pada tanggal 22 Juli, tidak sampai
tiga minggu setelah mendarat di Alexandria, Napoleon telah dapat menguasai
Mesir.
Usaha Napoleon untuk
menguasai daerah-daerah lainnya di Timur tidak berhasil dan sementara itu
perkembangan politik di Prancis menghendaki kehadirannya di Paris. Pada tanggal
18 Agustus 1799, ia meninggalkan Mesir dan kembali ke tanah airnya. Ekspedisi
yang dibawanya ia tinggalkan di bawah pimpinan Jendral Kleber. Dalam
pertempuran yang terjadi tahun 1801 dengan armada Inggris, kekuatan Prancis di
Mesir mengalami kekalahan. Ekspedisi yang dibawa Napoleon itu meninggalkan
Mesir pada tanggal 31 Agustus 1801.
Napoleon datang ke Mesir
bukan hanya membawa tentara. Dalam rombongannya terdapat 500 kaum sipil dan 500
wanita. Di antara kaum sipil itu terdapat 167 ahli dalam berbagai cabang ilmu
pengetahuan. Napoleon juga membawa dua unit percetakan dengan huruf Latin, Arab
dan Yunani. Ekspedisi itu datang bukan hanya untuk kepentingan militer, tetapi
juga untuk keperluan ilmiah. Untuk hal tersebut yang akhir ini dibentuk suatu
lembaga ilmiah bernama Institut d’Egypte, yang mempunyai empat bagian:
Bagian Ilmu Pasti, Bagian Ilmu Alam, Bagian Ekonomi-Politik dan Bagian Ilmu
Sastra-Seni. Publikasi yangditerbitkan lembaga ini bernama La Decade
Egyptienne. Di samping itu ada lagi suatu majalah, Le Courrier d’Egypte,
yang ditebitkan Marc Auriel. Sebelum kedatangan ekspedisi ini orang Mesir
tidak pernah kenal pada percetakan, majalah atau surat kabar.
Institut d’Egypte boleh
dikunjungi orang Mesir, terutama para ulamanya, yang diharapkan oleh ilmuwan-ilmuwan
Praancis yang bekerja di lembaga itu, akan menambah pengetahuan mereka tentang
Mesir, adat istiadatnya, bahasa dan agamanya. Di sinilah orang-orang Mesir dan
umat Islam buat pertama kali mempunyai kontak langsung dengan peradaban Eropa
yang baru lagi asing bagi mereka itu.
Abd al-Rahman al-Jabarti,
seorang ulama dari al-Azhar dan penulis sejarah, pernah mengunjungi lembaga itu
di tahun 1799. Yang menarik perhatiannya ialah perpustakaan besar yang
mengandung buku-buku, bukan hanya dalam bahasa Arab, Persia dan Turki. Di
antara ahli-ahli yang dibawa Napoleon memang terdapat kamum orientalis yang
pandai dan mahir berbahasa Arab. Merekalah yang menerjemahkan perintah dan
maklumat-maklumat Napoleon ke dalam bahasa Arab.
Alat-alat ilmiah, seperti
teleskop, mikroskop, alat-alat untuk percobaan kimiawi, dan sebagainya,
eksperimen-eksperimen yang dilakukan di lembaga itu, kesungguhan orang Prancis
bekerja dan kegemaran mereka pada ilmu-ilmu pengetahuan, semua itu ganjil dan
menakjubkan bagi al-Jabarti.
Kesimpulan tentang
kunjungan itu ia tulis dengan kata-kata berikut: “Saya lihat di sana
benda-benda dan percobaan-percobaan ganjil yang menghasilkan hal-hal besar
untuk dapat ditangkap oleh akal seperti yang ada pada diri kita.”
Demikianlah kesan seorang cendikiawan
Islam waktu itu terhadap kemajuan kebudayaan Barat. Ini menggambarkan betapa
mundurnya umat Islam ketika itu. Keadaan menjadi berbalik 180 derajat. Kalau di
Periode Klasik orang Barat yang kagum melihat kebudayaan dan peradaban Islam,
di Periode Modern kaum Islam yang heran melihat kebudayaan dan kemajuan Barat.
Di samping kemajuan materi
ini, Napoleon juga membawa ide-ide baru yang dihasillkan Revolusi Prancis,
seperti ini:
1.
Sistem pemerintahan republik yang di dalamnya
kepala negara adi pilih untuk waktu tertentu, tunduk kepada Undang-undang Dasar
dan bisa dijatuhkan oleh parlemen. Sistem ini berlain sama sekali dengan sistem
pemerintahan absolut raja-raja Islam, yang tetap menjadi raja selama ia masih
hidup dan kemudian digantikan oleh anaknya, tidak tunduk kepada konstitusi atau
parlemen, karena konstitusi dan parlemen memang tidak ada dalam sistem kerajaan
itu. Ide yang terkandung dalam kata republik masih sulit ditangkap, dan dengan
demikian mencari terjemahannya ke dalam bahasa Arab sulit pula. Dalam maklumat-maklumat
Napoleon, Republik Prancis diterjemahkan menjadi Al-Jumhur al-Faransawi.
Jumhur sebenarnya berarti orang banyak. Jadi yang tertangkap dari kata republik
ialah publik, orang banyak. Di permulaan abad ke-20 inilah kelihatannya baru
muncul terjemahan yang lebih tepat, yaitu jumhuriah.
2.
Ide persamaan (egalite) dalam arti samanya
kedudukan dan turut sertanya rakyat dalam soal pemerintahan. Kalau sebelum ini,
rakyat Mesir tak turut serta dalam pemerintahan negara mereka, Napoleon
mendirikan suatu badan kenegaraan yang terdiri dari ulama-ulama Al-Azhar dan
pemuka-pemuka dalam dunia dagang dari Kairo ke daerah-daerah. Tugas badan ini
ialah membuat undang-undang, memelihara ketertiban umum dan menjadi pengantara
antara penguasa-penguasa Prancis dan rakyat Mesir. Di samping itu didirikan
pula suatu badan bernama Diwan al-Ummah yang dalam waktu-waktu tertentu
mengadakan siding untuk membicarakan hal-hal bersangkutan dengan kepentingan
nasional. Tiap-tiap daerah mengirimkan Sembilan wakil ke Sidang Diwan itu, tiga
dari golongan ulama, tiga dari golongan pedagang, dan satu dari masing-masing
golongan petani, kepala desa dan kepala suku bangsa Arab. Diwan ini mempunyai
180 anggota dan sidang pertama diadakan dari tanggal 5 sampai 20 Oktober 1798.
Putusan yang diambil ialah menganjurkan perubahan peraturan pajak yang
ditetapkan Kerajaan Usmani.
Sistem pemilihan ketua
lembaga juga merupakan hal baru bagi rakyat Mesir. Ketika dari para anggota
Diwan diminta memilih ketua, anggota-anggota menunjuk dan menyebut nama ulama
yang mereka hormati, yaitu Syaikh Al-Syarqawi. Penunjukan serupa ini ditolak
oleh penguasa Prancis sambil menjelaskan cara pengadaan pemilihan.
3.
Ide kebangsaan yang terkandung dalam maklumat
Napoleon bahwa orang Prancis merupakan suatu bangsa (nation) dan bahwa
kaum Mamluk adalah orang asing dan datang ke Mesir dari Kaukasus, jadi
sungguhpun orang Islam tetapi berlainan bangsa dengan orang Mesir. Juga
maklumat itu mengandung kata-kata umat Mesir. Bagi orang Islam di waktu itu
yang ada hanyalah umat Islam, dan tiap orang Islam itu adalah saudaranya dan ia
tak begitu sadar akan perbedaan suku dan bangsa. Yang disadarinya ialah
perbedaan agama. Oleh karena itu untuk menerjemahkan kata nation ke
dalam bahasa Arab juga sulit. Kata Arab yang dipakai ialah millah, umpamanya
dalam Al-Millah al-Faransiah untuk ia la nation Francaise. Millah berarti
agama. Kata Arab yang kemudian dipakai untuk nation ialah qaum,
sya’b, dan ummah.
Inilah beberapa dari
ide-ide yang dibawa ekspedisi Napoleon ke Mesir, ide-ide yang pada waktu itu
belum mempunyai pengaruh yang nyata bagi umat Islam di Mesir. Tetapi dalam
perkembangan kontak dengan Barat di abad ke-19 ide-ide itu makin jelas dan
kemudian diterima dan dipraktekkan. Bagaimanapun, ekspedisi Napoleon telah
membuka mata umat Islam Mesir akan kelemahan dan kemunduran mereka.
Referensi:
-
Seratus Tokoh yang Paling
Berpengaruh dalam Sejarah
Michael H. Hart, 1978, Terjemahan H. Mahbub Djunaidi, 1982.
Michael H. Hart, 1978, Terjemahan H. Mahbub Djunaidi, 1982.
-
Pembaharuan dalam Islam:
Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Harun Nasution, Cetakan pertama 1975, Cetakan
ke-14 2011.
0 komentar:
Posting Komentar