Senin, 20 Mei 2013

étudier

Fakultas legendaris, FIB

Tengah mempelajari satu bahasa asing lagi, yakni Prancis, di LBI, UI Depok. Bermula dari Sabtu (11/5) lalu. Gampang-gampang susah. Sekadar memotivasi diri bahwa, dalam beberapa bacaan tentang sejarah Indonesia, dampak positif dari kolonialisme adalah banyaknya penduduk pribumi yang poliglot atau menguasai banyak bahasa. Kala itu teknologi tak secanggih sekarang, akses untuk belajar pun tak mudah. Kini, kemajuan taknologi dan arus globalisasi memungkinkan kita mempelajari bahasa negara lain. Jangan mau kalah sama orang dulu.

Bahasa ibu dari Napoleon Bonaparte ini sering disebut sebagai bahasa paling romantis di dunia. Kejelimetan struktur bahasanya, jika dikuasai, hematku, akan mengantarkan seseorang kepada pola pikir yang terstruktur dan rapih pula, sekaligus njelimet, sebagaimana peraturan-peraturan yang ada dalam bahasa itu. Lumayan, untuk memperkaya jumlah sel dalam otak. 


Nuansa patriarki dalam bahasa ini cukup kental. Misal, kata ganti orang ketiga jamak (mereka), 'ils' untuk maskulin dan 'elles' bagi perempuan. Meskipun terdapat 100 orang berjenis kelamin perempuan, lalu di antara mereka terdapat 1 orang laki-laki, agak melambai pula, maka tetap menggunakan kata ganti maskulin, 'ils'. "Ils sont etudiants", mereka adalah mahasiswa. Pallogisme.

Seperti bahasa Indonesia, terutama bahasa suku, bahasa Prancis juga bercorak feodal, barangkali akibat terpengaruh sistem pemerintahannya, yakni kerajaan. Terhadap orang yang dihormati, seperti orang tua, pejabat, dll, kata ganti orang kedua harus menggunakan 'Vous' (Anda), "Vous venes d'ou?". Kecuali jika sudah akrab, misalnya teman, sahabat, tak mengapa menggunakan 'Tu' (kamu). Beda dengan bahasa Inggris. Tua, muda, miskin, kaya, dungu, pandai, dan lain sebagainya, tanpa tedeng aling kata ganti orang kedua tunggalnya sama, "you". Posisi subjek dan objek sejajar.
"L'argent ne fait pa le bonheur"


Perihal gender merupakan corak khas dalam bahasa ini. Akibatnya, kosa kata maskulin dan feminin mau tidak mau, suka tidak suka, wajib dihapal satu persatu berikut derivasi dalam bentuk jamaknya, mengingat rumus-rumus untuk mengidentifikasi jenis kelamin sebuah benda tak terlalu berarti.

Syabaslah, struktur kalimat bahasa Prancis tak wajib selalu berpola S-P-O-K atau pun seperti rumus susunan kata sifat dalam bahasa Inggris (adjective+noun, big house). Hal itu mempermudah kita berkreasi merangkai kata. Seperti, "Qui est-ce?", tak sreg, ganti saja "C'est qui?" dengan arti yang sama, "Who is this?". Pun, pada kalimat interogatif kita boleh cukup mengubah intonasi berbicara, "Il est Italien /?/!/?!" (Dia orang Itali).

"Dalam segala hal, pasti terdapat pengecualian," slogan ini pasti relevan bagi pegiat bahasa. Rumus-rumus gramatikal bahasa yang sakral dan paten seringkali tak berfungsi untuk beberapa kalimat. Dalam bahasa Arab, misalnya, wazan-wazan yang digunakan untuk menentukan bentuk suatu kata sesekali tak difungsikan oleh karena fenomena 'sima'i'.

Suatu kali, seorang rekan menuding bahwa bahasa Inggris adalah bahasa paling dholim--whad'u syai fii ghairi mahallih, karena antara tulisan dan cara bacanya, menurutnya, tak sesuai. "Masak, tulisannya 'house' dibaca 'haus'," hardiknya kala itu. Hematku, ungkapan tersebut tak salah karena ia 'menghakimi' kesalahan cara membaca bahasa Inggris dengan 'hukum bacaan' ala Indonesia, namun tentu saja itu tak tepat.

Setiap huruf dalam bahasa mempunyai fonemnya masing-masing. Meskipun sama-sama menggunakan huruf latin, tapi belum tentu pengucapannya sama. Huruf "A", misalnya, di dalam bahasa Inggris dibaca "ei". Tentu saja ketika membentuk sebuah kata maka satuan bunyi yang dihasilkan dan cara bacanya berbeda. Sehingga, hematku, bahasa Inggris tidaklah dholim jika kita membacanya dengan mengikuti kaidah, cara, pedoman, dan aturan yang terdapat dalam bahasa tersebut.

Hal demikian juga terdapat dalam bahasa Prancis. Sampai ketika menuliskan ini, aku masih belum dapat membaca atau pronounciation bahasa Prancis dengan baik, karena kendala seperti di atas. Ada banyak peraturan cara membaca dalam bahasa Prancis, dan yang menari bagiku adalah huruf "h" tidak dibaca. Misal kata, "Haricot" dibaca "arico". "Oi" menjadi "owa", misal kata "moi" dibaca "mowa" artinya 'Saya'. Huruf '-s', '-p', '-d' dan '-t' pada akhir kata tidak dibaca, kecuali di depannya bertemu huruf vokal (voyelle).


Bonjour! J'mapelle Rahmat. Je suis etudiant.

0 komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
I am a longlife learner. Colleger of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010, Faculty of Usul al-Din, Department of Theology and Philosophy.